0274-887-936 info@bmtalikhwan.com

BMT, kependekan dari Baitul Maal wat Tamwil.  Suatu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Sesuai namanya, BMT memiliki dua fungsi. Pertama adalah fungsi Baitul maal (rumah harta), yaitu  menerima dan menyalurkan dana masyarakat (umat Islam) yang bersifat non komersial atau non profit. Dana baitul maal berasal dari zakat, infak, sedakah, hibah, wakaf, dan sumbangan lain yang tidak mengikat. Dana Baitul Maal disalurkan sesuai aturan syari’ah dengan mengedepankan prinsip amanah.

Kedua adalah fungsi Baitut Tamwil (rumah pengembangan usaha). Baitut Tamwil merupakan suatu usaha  menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat untuk memperoleh profit (keuntungan) berdasarkan prinsip syari’ah. Kedua fungsi tersebut menggambarkan peran ganda dari BMT, yaitu peran sosial dan peran komersial.

Adapun badan hukum BMT adalah badan hukum koperasi. Berdasarkan hal  itu, maka kegiatan BMT yang bersifat komersial (Baitut Tamwil) harus sesuai dengan aturan dan prinsip perkoperasian yang ada di Indonesia.

UU nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, bab V, pasal 17, ayat 1, menyatakan bahwa “Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi”. Artinya,  bahwa Koperasi Simpan Pinjam hanya boleh melayani (menghimpun dan menyalurkan dana) kepada anggota. Ketika masyarakat umum  ingin menabung atau menyimpan dan meminjam atau melakukan pembiayaan dari koperasi, maka harus menjadi anggota koperasi terlebih dahulu.

Menjadi anggota koperasi akan menerima  Nomor Pokok Anggota (NPA),dan berkewajiban membayar Simpanan Pokok Anggota (SPA) dan Simpanan Wajib Anggota (SWA). Selain itu, sebagai anggota koperasi berhak pula  mengikuti Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU).

Dalam menjalankan usahanya, BMT juga harus sesuai dengan prinsip syari’ah. Prinsip syari’ah dimaksud adalah bahwa ketika menjalankan usaha, BMT tidak boleh mengandung unsur maysir (untung-untungan/perjudian), gharar (ketidakpastian) dan harus bebas dari riba. Oleh karena itu, BMT sering disebut sebagai  Koperasi Syariah.

Perbedaan antara lembaga keuangan konvensional dengan sistem syari’ah adalah; lembaga keuangan konvensional, keuntungan diperoleh melalui prosentase bunga atas  jumlah uang yang dipinjam. Sistem konvensional ini memandang uang sebagai komoditi.

Sedangkan, pada lembaga keuangan syariah pengambilan keuntungan berdasarkan aktifitas transaksi riil (jual beli, sewa menyewa dan kerja sama bagi hasil, dan lain-lain)*. Karenanya, lembaga keuangan syari’ah memiliki produk layanan berupa  barang atau jasa.

*Skema tentang jual beli, sewa menyewa dan kerja sama bagi hasil akan dijelaskan dalam artikel berikutnya.